“Proses panen harus dilakukan ketika buah berada pada kematangan optimal untuk mendapatkan kandungan minyak sawit yang tinggi.”
Rismen Sinambela merupakan putar kelahiran Dolok
Sanggul, Humbang Hasundutan, Sumatra
Utara 17 November 1969. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai dosen berhasil
mengembangkan alat pendeteksi kematangan kelapa sawit berbasis sensor induktif.
Alat yang dibuatnya ini sekaligus menjadi bahan penelitiannya selama menjadi
mahasiswa Pascasarjana untuk meraih gelar doktor teknik dari Universitas IPB
Bogor, Jawa Barat. Dihadapan tim penguji sidang terbuka pada Senin, 22 Juni
2020 yang diketuai Prof. DR.Ir. Tineke Mandang M.S, Dr. Ir. I Dewa Made Subrata
M.S, dan Dr. Ir. Wawan Hermawan M.S yang sekaligus menjadi dosen pembimbing. Pria
berusia 51 tahun ini berhasil dinyatakan berhasil mempertahankan disertasinya
dan berhak meraih gelar doktor Ilmu Keteknikan Pertanian dan lulus dengan Cum
Laude.
Pria yang mengajar di Fakultas Teknik
Universtias Mpu Tantular Jakarta ini saat sidang berlangsung oleh penguji mendapat
pujian dari berbagai tim penguji. Salah satunya dari penguji luar komisi Dr. Abdul Roni Angkat MS yang juga merupakan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Pertanian, Republik Indonesia. “Saya sangat berterimakasih, karena ini yang kedua kalinya, saya jadi
penguji berkaitan dengan kelapa sawit,” kata Roni mengawali pertanyaannya. Setelah
mendengarkan paparan peneliti, ia mengatakan bahwa alat ini sangat dibutuhkan
petani kelapa sawit dan alat yang sangat menarik. Namun demikian ia menyarankan
agar alat ini diuji sejauh mana keberadaan alat ini dapat meningkatkan efektifitas
dan produktivitas hasil kelapa sawit bagi petani. Ia pun berharap agar alat ini
disempurnakan, sehingga hari dan tanggal panen bisa ditentukan.
Sebelumnya suami dari Sondang Lumban
Gaol dihadapan sidang terbuka memaparkan bahwa alat yang dibuat bertujuan untuk
dapat mengindentifikasi posisi kematangan kelapa sawit yang optimal dengan berbagai
posisi tandan yang berbeda. Dengan alat ini diharapkan bagi petani kelapa sawit
dapat melakukan pengukuran dan mengevaluasi kematangan kelapa sawit sebelum
dipanen. “ Dengan alat ini tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang akan dipanen akan memiliki kadar minyak yang maksimal, sebelum panen terlebih dahulu dipastikan melalui pengukuran hingga tandan buah sawit memiliki kadar minyak yang maksimal,” kata ayah dari 3 anak
ini yaitu Amos Christ Kevin Sinambela,
Ramos Theodore Sinambela dan Joanna Anggita Sinambela ini.
Menurut anak ke-enam dari tujuh
bersaudara ini, identifikasi kematangan
tandan buah segar kelapa sawit adalah komponen penting dalam pengelolaan panen
kelapa sawit, karena akan menghasilkan profitabilitas dan daya jual produk. “Proses
panen harus dilakukan ketika buah berada pada kematangan optimal untuk
mendapatkan kandungan minyak sawit yang tinggi,” katanya dengan tegas.
Peraih gelar master teknik mesin dari
Universitas Pancasila yang juga merupakan putra seorang guru SMP Negeri 1 Dolok
Sanggul ini, membandingkan tingkat akurasi alat yang dibuatnya dengan
penelitian sebelumnya. Setelah melalui serangkaian pengujian dan membuat
simulasi model matematis, alat yang
dikembangkannya dapat menentukan tingkat kematangan kelapa sawit dengan akurasi
hingga 92,50 persen. Dimana semakin matang tandan buah sawit (TBS) maka kadar
air semakin menurun. Dengan menurunnya kadar air tandan buah sawit memiliki
kandungan minyak yang lebih tinggi.
Secara sederhana penerima Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia Dalam Negeri (BUDI DN) tahun 2016 ini menjelaskan, arsitektur perangkat
deteksi kematangan tandan buah segar kelapa sawit merupakan seperangkat alat
digital yang dengan mudah dibawa ke lapangan. Alat ini dilengkapi dengan tombol
hidup/mati, port baterai isi ulang, bluetooth, port micro SD, sensor Indukstif,
panel pemrosesan sinyal, panel penginderaan, tongkat yang bisa disesuaikan
dengan ketinggian pohon sawit, dan Ponsel.
Ia menuturkan cara kerja alat yang
dibuatnya, secara prinsip dasar
penginderaan induktif ini didasarkan pada sirkuit tangki induktor-kapasitor
(LC) yang dipompa oleh osilator di mana induktor dibuat dari koil dan kapasitor
penginderaan. Sebagai target konduktif kapasitor penginderaan ditempelkan ke
TBS, Resonansi frekuensi akan berubah sesuai dengan kadar air TBS. Parameter
utama untuk mengidentifikasi kematangan dan memperkirakan waktu panen kelapa
sawit adalah frekuensi resonansi. Secara teori, frekuensi resonansi menyiratkan
frekuensi unik yang ditentukan oleh nilai-nilai kapasitansi dan induktansi. Perubahan frekuensi sangat dipengaruhi oleh
nilai kapasitansinya, karena ini sangat terkait dengan sifat dielektrik kelapa
sawit. Sehingga setiap umur tertentu dari kematangan kelapa sawit memiliki
nilai frekuensi resonansi yang khas.
Namun ia
masih menaruh harapan untuk penyempurnaan alat ini kedepan yaitu menjadi alat dengan
teknologi berbasis website dengan memanfaatkan global positioning system (GPS).
Dengan alat ini, nantinya data ril posisi tandan buah segar kelapa sawit yang
mau dipanen, dari lapangan bisa langsung terpantau dari laborotorium untuk
memastikan jumlah produksi tandan buah segar yang menghasilkan kandungan minyak
yang lebih tinggi. Penulis: Bantu Hotsan Simanullang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar